Teori Pengantar Ekonomi Makro
I. Pendahuluan
Secara umum, ilmu ekonomi berguna karena ia
memberikan petunjuk-petunjuk mengenai kebijaksanaan apa yang bisa diambil untuk
menanggulangi suatu permasalahan ekonomi tertentu. Ekonomi makro, sebagai satu
cabang dan ilmu ekonomi, berkaitan dengan permasalahan kebijaksanaan tertentu,
yaitu permasalahan kebijaksanaan makro.
Tugas pengendalian makro adalah juga mengusahakan
agar perekonomian bisa bekerja dan tumbuh secara seimbang, terhindar dan
keadaan-keadaan yang bisa mengganggu keseimbangan umum tadi. Pengelolaan yang
lebih khusus atas masing-masing sektor perekonomian bukan bagian dan tugas
pengendalian makro, meskipun menjaga keseimbangan antara masing-masing sektor
termasuk di dalam tugas tersebut.
II. Permasalahan Ekonomi Makro
Secara garis besar, permasalahan kebijaksanaan
makro mencakup dua permasalahan pokok:
a.
Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan
bagaimana “menyetir” perekonomian nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke
triwulan atau dan tahun ke tahun, agar terhindar dan tiga “penyakit makro”
utama yaitu:
1)
inflasi,
2)
pengangguran dan
3)
ketimpangan dalam neraca pembayaran.
b.
Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai
bagaimana kita “menyetir” perekonomian kita agar ada keserasian antara
pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana
untuk investasi. Pada asasnya masalahnya juga berkisar pada bagaimana
menghindari ketiga penyakit makro di atas, hanya perpektif waktunya adalah lebih
panjang (lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun).
Dalam
analisa jangka pendek faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau
tidak bisa kita ubah:
(a)
Kapasitas total dan perekonomian kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek,
masih mungkin dilakukan, tetapi ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai
pengeluaran investasi berupa penambahan stok barang jadi, setengah jadi atau
pun barang mentah di dalam gudang para pengusaha, dan pengeluaran oleh
perusahaan-perusahaan untuk pembelian barang-barang modal (mesin-mesin,
konstruksi gedung-gedung dan sebagainya). Tetapi yang perlu diingat, “jangka
pendek” yang kita maksud di sini adalah begitu pendek sehingga pengeluaran
(pembelian) barang-barang modal tersebut beleum bias menambah kapasitas
produksi dalam periodesasi tersebut. (Yaitu mesin-mesin sudah dibeli tapi belum
dipasang).
(b)
Jumlah penduduk dan jurnlah angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya,
jumlah-jumlah mi praktis bisa dianggap tidak berubah.
(c)
Lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi yang ada.
Selanjutnya
dari segi teori, apabila kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka
pendek, kita harus melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka
pendek pula, misalnya dengan jalan :
- menambah jumlah uang yang beredar,
- menurunkan bunga kredit bank,
- mengenakan pajak import,
- menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan,
- menambah pengeluaran pemerintah,
- mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya.
Kebijaksanaan-kebinksanaan
semacam ini mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus
mengubah ketiga factor tersebut di atas.
Jadi
seandainya kita menginginkan kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa
melakukannya dengan, misalnya:
- memperlancar distribusi bahan-bahan mentah kepada para produsen,
- mendorong pcngusaha untuk mempergunakan pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift),
- memberikan kerja lembur kepada para karyawan dan sebagainya.
Kehijaksanaan-kebijaksanaan
semacam mi bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga
faktor di atas. Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka
pendek. Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan
untuk tujuan stabilisasi.
Meskipun
demikian perlu kita catat di sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara
masalah jangka pendek dan masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama
bagi negara-negara sedang berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak
bisa mengkotakkan secara jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka
panjang.
Di
banyak negara-negara sedang berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan
stabilisasi yang terlepas dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka
panjang). Seringkali kebijaksanaa-kebijaksanaan jangka pendek yang kita sebutkan
di atas, meskipun kita Iaksanakan secara setepat-tepatnyapun, tidak bisa
menghilangkan secara tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan pengangguran
yang diderita oleh masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah bahwa di
negara-negara tersebut seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran tersebut
berakar pada sebab-sebab “sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang hanya
bisa berubah atau diubah dalam jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan
ekonomi dan social.
III. Kerangka Analisa makro
Setelah
kita mengetahui duduk persoalan mengenai masalah -masalah pokok apa yang dikaji
dalam ekonomi makro, maka pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana
mengaji masalah- masalah tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang
diinginkan.
Terdapat
dua aspek utama dan kerangka analisa ini. Yang pertarna adalah aspek mengenai
“apa” yang disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut
dilakukan. Yang kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya.
a. Empat pasar Makro
Dalam
analisa ekonomi makro kita melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih
menyeluruh dibanding dengan apa yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita
tidak lagi melihat pasar beras, pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar
Honda secana sendiri-sendiri. mi sesuai dengan pengertian mengenai
“pengendalian umum” di alas. Di sini kita melihat pasar-pasar tersebut dan
pasar-pasar barang/jasa lainnya sebagai satu pasar besar, yang kita ben nama
“pasar barang”. Tetapi dalam
ekonomi makro kita tidak hanya mempelajani satu pasar ini saja. Perekonomian
nasional kita lihat sebagai suatu sistem yang terdiri dan empat pasar besar
yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu:
(a)
Pasar Barang
(b)
Pasar Uang
(c)
Pasar Tenaga Kerja
(d)
Pasar Luar Negeri
Di
pasar luar negeri permintaan akan barang ekspor kita he. sama dengan penawaran
akan barang tersebut menentukan harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau
volume ekspor, Harga – harga dikalikan volume ekspor memberikan
penerimaan devisa ekspor. Di pasar yang sama permintaan masyarakat kita akan
barang-barang impor dan menentukan harga rata-rata impor dan ‘ volume impor.
Juga di sini, harga rata-rata dikalikan volume import memberikan pengeluaran
devisa kita untuk impor barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri,
seringkali menggabungkan pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang
terjadi dengan:
(a)
Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa
untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang
aliran keluar-masuknya modal
(b)
Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita
dibagi dengan harga rata-rata impor kita.
(c)
Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus
saldo neraca pembayaran.
Dalam
teori ekonomi makro mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di
masing-masing pasar. Karena P dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau
perpotongan) antara kurva permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti
bahwa teori ekonomi makro pada pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang
mempengaruhi posisi kurva permintaan dan penawaran di masingmasing pasar.
Selanjutnya
dengan diketahuinya faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva
permintaan dan penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor
mana di antara semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh
pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya. Dengan demikian kita
bisa mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh
pemerintah untuk mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Inilah tujuan
akhir dan mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi
pemilihan atau perumusan kebijaksanaan.
b.Lima
Pelaku Makro
Dalam
teori makro kita menggolongkan orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan
kegiatan ekonomi menjadi limo kelompok besar, yaitu:
(a)
Rumah Tangga,
(b)
Produsen,
(c)
Pemerintah,
(d)
Lembaga-lembaga Keuangan,
(e)
Negara-negara Lain.
Kegiatan
dan kelima kelompok pelaku ini serta kaitannya dengan keempat pasar di atas
dimana :
> Permintaan :
1.
Pengeluaran konsumsi oleh Rumah Tangga
2.
Belanja barang oleh Pemerintah
3.
Investasi oleh Perusahaan
4.
Ekspor ke luar negeri
5.
Kebutuhan tenaga kerja oleh Pemerintah
6.
Kebutuhan tenaga kerja oleh Perusahaan
7.
Kebutuhan uang tunai dan kredit
8.
Kebutuhan Rumah Tangga akan uang tunai
9.
Kebutuhan Perusahaan-perusahaan Asing akan rupiah
> Penawaran
- Hasil produksi dalam negeri
- Impor dan luar negeri
- Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga
- Suplai uang kartal
- Tabungan Rumah Tangga
- Suplai uang giral
- Suplai dana luar negeri.
* Kelompok Rumah Tangga melakukan kegiatan-kegiatan pokok seperti:
(a)
menerima penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka
(upah), deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka.
(b)
menerima penghasilan dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan
mereka;
(c)
membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen);
(d)
menyisihkan sisa dan penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga
keuangan;
(e) membayar pajak kepada
pemerintah;
(f) masuk dalam pasar
uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka akan uang tunal
untuk misalnya transaksi sehari-hari.
**Kelompok Produsen melakukan
kegiatan-kegiatan pokok berupa:
(a) memproduksikan dan menjual
barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di pasar barang);
(b) Menyewa/menggunakan faktor-faktor
produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah tangga untuk proses produksi;
(c)
menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku
investor masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander);
(d)
meminta kredit dan lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai
demander di pasar uang);
(e)
membayar pajak.
***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup semua bank-bank dan lembaga-lembaga
keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank Indonesia), Kegiatan mereka berupa:
(a) menerima simpanan/deposito dan rumah tangga;
(b)
menyediakan kredit dan uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang).
(c) Pemerintah (termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa:
-
menarik pajak langsung dan tak langsung;
-
membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan
pernerintah (sebagai demander di pasar barang),
-
meminjam uang dan luar negeri;
-
menyewa tenaga kerja (sebagai demander di pasar tenaga kerja);
-
menyediakan kebutuhan uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar
uang).
Negara-negara
lain:
(a)
menyediakan kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang);
(b)
membeli hasil-hasil ekspor kita (sebagai demander di pasar barang);
(c)
menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri;
(d)
membeli dan pasar barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia
(sebagai investor);
(e)
masuk ke dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar
negeri (sebagai supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal
rupiah untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander
akan dana). (Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan
pasar uang luar negeri).
IV Teori-teori Makro
DASAR FILSAFAT TEORI KEYNES
Menghadapi
masalah depresi dan pengangguran yang begitu hebat, kaum sosialis di
negara-negara Barat mengatakan bahwa kesalahannya terletak pada sistem
perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire atau liberalisme atau
kapitalisme. Selama kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada
para rodusen swasta yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka
pribadi, maka depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi
penyakit perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu.
Penyakit-penyakit ini adalah konsekuensi logis dan sistem kapitalisme. Mereka
(kaum sosialis) mengusulkan perombakan sistem perekonornian menjadi sistem
sosialis, yaitu sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh
pengusaha swasta, tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua
kegiatan produksi dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak, mengutamakan
kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar
keuntungan bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti dalam
sistem kapitalis).
“Obat”
semacam ini ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-orang di negara-negara
Barat yang sudah begitu lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak banyak
yang bisa menerimanya. Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup
dan ke biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya ada
“obat” yang tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem perekonomian mereka.
Keynes ada pada posisi yang unik dalam se jarah pemikiran ekonomi Barat, karena
pada saat-saat krisis ideologi semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan
yang merupakan “jalan tengah”.
Keynes
mengatakan bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut,
orang harus bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung
dalam pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes, Pemerintah harus
melakukan lebih banyak campur tangan yang aktif dalam mengendalikan
perekonomian nasional. Pendapat bahwa peranan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi
harus seminimal mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi manusia, kebebasan
berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”, haruslah ditinggalkan
atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa kegiatan produk dan pemilikan
faktor-faktor produksi, masih tetap bisa dipercayakan kepada pengusaha swasta,
tetapi sekarang pemerintah wajib melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk
mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam
masa depresi misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau diperbolehkan) untuk
melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan yang langsung bisa menyerap
tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun
hal itu hanya bisa dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran
belanja negara. (Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem anggaran
beda yang seimbang adalah satu-satunya sistem yang dianggap terbaik bidang
pengelolaan keuangan negara). Sebaliknya, bila terjadi inflasi yang disebabkan
karena permintaan masyarakat akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa diproduksikan
dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia mengurangi
pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya. Surplus
anggaran ini bisa merupakan rem bagi permintaan masyarakat yang berlebihan
tadi. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus bersedia
melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak percaya akan
kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengkoreksi diri sendiri, yaitu
untuk kembali kepada posisi “full employment” secara otomatis. Full enployment
merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan terencana,
dan bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti dan ideologi
Keynesian isme.
PASAR BARANG
Kemungkinan
Kelebihan Produksi. Keynes menolak Hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi
secara umum bisa terjadi. elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan
masyarakat akan barang-barang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak
cukup untuk menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada
asasnya Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi
mempunyai akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan
kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut.
Dengan
demikian pada suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang
cukup di masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya
beli yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya
beli yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata
lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi
permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut
mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan
efektif di pasar barang. Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang
diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif.
Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan
tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan
ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi
secara menyeluruh.
Untuk
menerangkan pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua
sektor: sektor rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa
sebagian dari penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga
(yaitu yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan
permintaan efektif. Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan
oleh lembaga keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi”
mereka, maka daya beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar
barang. (Kita ingat bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian barang-barang
oleh para produsen untuk keperluan penambahan stok di gudang mereka dan untuk
keperluan perluasan kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian mesin-mesin,
pembangunan gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada suatu waktu
tidak ada jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut akan
diterjemahkan menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung
kepada apakah para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada
Iembag lembaga keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi).
Kalau misalnya para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan
tersebut, maka ini berarti bahwa permintaa,’ efekt di pasar barang berjumlah
kurang dan nilai dan seluruh out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan lain
kata, tida semua barang yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha
produksi umum).
Apa
yang terjadi kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu
periode (misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi.
-
Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka untuk periode
berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun.
-
Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama tersebut,
harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan permintaan biasa,
bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga cenderung untuk turun.
Sampai
berapa jauh kekurangan perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP
(dalam periode berikutnya) dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat
tergantung khususnya pada apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah
(yaitu bisa turun). Dalam kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk
turun, meskipun ada kelebihan produksi. ( yang harga jualnya ditentukan atas dasar
biaya pro duksi biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro duksi
barang-barang tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan permintaan
efektif tersebut akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi (GDP) dalam
periode beri kutnya.
Apabila
seandainya harga-harga cukup fleksibel ke bawah. maka harga-harga akan turun
cukup jauh, sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali.
(Ingat hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang
turun maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka
penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau
harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan
pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan
lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang
fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka
percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP
(dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis.
Kemungkinan
Kekurangan Produksi. Keadaan sebaliknya, yaitu kekurangan produksi secara umum
juga mungkin terjadi. Kalau para produsen ternyata memutuskan untuk melakukan
investasi dalam jumlah yang lebih besar daripada daya beli yang ditabung oleh
ma syarakat, maka permintaan efektif (oleh sektor rumah tangga dan sektor
produsen) di pasar barang menjadi lena/u besar dibanding dengan nilai output
yang tersedia di pasar. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa besar kecilnya
permintaan efektif (total) sangat tergan tung pada keputusan para konsumen
(rumah tan gga) men genai besar pen geluaran konsumsinya dan keputusan para
produsen men genai besarnya in vest asi yang mereka in gin Iaksanakan dalam
periode tersebut
Mengenai
keputusan pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan
tersebut cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan
rumah-tangga berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang
sulit diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh
sebab itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat
menentukan gejolak GDP (dan kesempatan kerja).
Seandainya
pengeluaran investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih
besar daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti
bahwa permintaan efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam
kasus kele bihan permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan
efektif dalam periode sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar
akan mengakibatkan kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas
produksi yang belum terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas
produksi (pabrik pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan
permintaan efektif tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada
periode berikutnya tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik
sedikit sekali). Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja
secara penuh, maka kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi
dengan kenaikan produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan
diterjemahkan seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini
kita akan melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan
Keynes.
Pasar Uang
Teori
makro Klasik mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada
sistem bebas-berusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai
kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis. OIeh sebab
itu pemerintah tidak perlu campurtangan.
Di
pasar barang sifat self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang
otomatis membawa kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila
karena sesuatu hal perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan
keyakinan ini adalah
(a)
berlakunya Hukum Say yang menyatakan bahwa: “Supply creates its own demand,”
dan
(b)
anggapan bahwa semua harga fleksibel.
- Di pasar tenaga kerja, dalam jangka pendek hanya ada pengangguran sukarela. Tetapi pengangguran inipun hanya bersifat sementara, karena apabila harga-harga turun (termasuk tingkat upah), maka konsumsi dan produksi akan kembali lagi ke tingkat semula (yaitu tingkat full employment).
- Di pasar uang, kaum Klasik mempunyai Teori Kuantitas, yang menyatakan bahwa permintaan akan uang adalah proporsional dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Di pasar mi ditentukan tingkat harga umum; apabila jumlah uang yang beredar (penawaran akan uang) naik maka tingkat harga pun naik.
Dalam
sistem standar kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat
harga. Di sini kaum Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu
mengendalikan jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi
masyarakat.
Di
dalam sistem standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan
harga. Di sini peranan pemeriniah tidak dianggap perlu. Karena jumlah uang
(emas) yang beredar otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Di
pasar luar negeri, mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan
melalui:
(a)
mekanisme Hume, dalam sistem standar emas, atau
(b)
mekanisme kurs devisa mengambang, dalam sistem standar kertas.
Sementara
itu Campur tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang
dapt dijelaskan sebagai berikut :
- Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan uang adalali kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh pemerintah dan bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan uang giral yang beredar.
- Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan kebutuhan ini disebut 3 alasan mengapa orang memerlukan uang.
- Permintaan akan uang untuk transaksi ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP nil) dan (b) tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan kaum Klasik, Pasar uang untuk berjaga-jaga relatif kecil.
- Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai un tuk tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, mak orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya han in un berarti uang tunai yang saat mi ia ingin pegang (untuk tujual spekulasi) berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diha rapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini bertambah lebih senang menjual obligasi yang ia pegang memperoleh atau memegang uang tunai sekarang.
- Hubungan antara harga obligasi dan tingkat bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artiny dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat bunga naik.
- Bila harga obligasi diharapkan naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dengan harga tertinggi.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan
moneter adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi
situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum
dari kebijakan moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah
dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses
penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi :
- jumlah uang beredar.
- tingkat bunga yang berlaku dipasar uang. Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
- pengeluaran investasi
- tingkat harga (P) dan GDP
Di sini kita menyoroti mata rantai yang pertama,
yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan M Khususnya kita menanyakan
tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank sentral) untuk
mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu
merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses penciptaan uang di atas.
Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua
faktor, yaitu:
(a) besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia,
dan
(b) besarnya koefisien pelipat uang,
Kedua, kita simpulkan bahwa besarnya uang inti
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a) keadaan neraca pembayaran (surplus atau
defisit)
(b) keadaan APBN (surplus atau defisit)
(c) perubahan kredit langsung Bank Indonesia
(d) perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Secara umum kita mengatakan bahwa pemerintah bisa
mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa mempengaruhi nilai pelipat uang
dan/atau jumlah uang inti.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk
mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi
variabel-variabel di sebelah kanan persamaan (8) ini. Man kita lihat satu per
satu. Kita sebutkan di atas bahwa u (= K/Ms) tidak ditentukan oleh pemerintah,
tetapi diputuskan oleh masyarakat. Tetapi sebenarnya pemerintah masih bisa
mempengaruhi uang secara tidak langsung. Misalnya apabila bank-bank pemerintah
rneningkatkan bunga yang dibayar kan
untuk deposito atau giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya, orang lebih
suka memegang uang giral daripada uang kartal). Dengan demikian money multiplier
naik dan M naik. Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat bunga untuk
deposito dan giro adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa digunakan
pemerintah untuk mempengaruhi M lewat u.
Bagaimana
dengan v (= R/D)? Kita singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa
mempengaruhi v melalui penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila
pemerintah ingin mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga
v meningkat, yang selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang. Sebaliknya,
cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk memperbesar M
Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu instrumen
kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya
pemerintah masih bisa mempengaruhi v (jumlah Uang Giral) dengan cara
lain, yaitu dengan mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana
caranya? Satu cara utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan
oleh bank sentral atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank
sentral adalah “banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan
pinjaman kepada bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas).
Untuk pinjaman semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini
dikenal dengan nama discount rate.
Apabila
discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess
reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tak terduga karena cara itu menjadi
terlalu mahal. Akibatnya v (jumlah Uang Giral) meningkat dan
pelipat uang menurun. Sebaliknya, apabila discount rate ( pengurangan
rata-rata) rendah, maka bank merasa cukup aman memegang excess reserve yang
kecil, karena sewaktu-waktu mereka memerlukan dana untuk mengatasi masalah likuiditasnya
mereka bisa memperoleh dana bank sentral dengan biaya murah. Akibatnya v
(jumlah Uang Giral) turun, sehingga pelipat uang meningkat. Jadi discount
rate adalah juga instrumen ke bijaksanaan moneter bagi pemerintah (bank
sentral).
Pemerintah
bisa pula mempengaruhi Ms dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara:
pemerintah bisa mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor
(misalnya, dengan memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau
pemberian sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan
bea masuk), pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan
menambah uang inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi
pajak ekspor, Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan
moneter.
Pemerintah
bisa dengan lebih langsung mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms
meningkat, APBN bisa dibuat defisit. baliknya, apabila M dikehendaki turun,
maka APBN harus dibuat surplus. Jadi, APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan
moneter. Demikian pula pemerintah bisa mempengaruhi M (uang bereedar) dengan
mengendalikan kredit langsung dan kredit likuiditas bank sentralnya, misalnya
dengan menetapkan batas maksimum yang bisa diberi n (credit ceiling) atau
dengan menaikkan (atau menurunkan) tingkat bunga kredit bank.
Sebenarnya
ada berbagai variasi instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk
mempengaruhi Ms lewat baik money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang
kita sebutkan di atas ada beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak
bicarakan instrumen-instrumen lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk
bahas dalam Ekonomi Moneter.
KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan
fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah.
Kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang
merupakan alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan
keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya sangat erat berkaitan satu
sama lain, sehingga dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan
fiskal yang juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan
moneter dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam ini mungkin
lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan
ini diawali mengenai hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal
ini sejalan dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah
kebijaksanaan yang dilaksanakan lewat APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan
meneliti apakah pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan
oleh suatu struktur APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita akan
mengambil sebuah contoh untuk menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan
pengaruh dan suatu kebijaksanaan fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.
APBN DAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Pengaruh
kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu:
(a)
Bagaimana suatu kebijaksanaan uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan
(b)
Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Dalam
bagian mi kita akan mengaji tahap (a). Khususnya kita akan membahas makna dan
suatu kebijaksanaan fiskal dilihat dari struktur pos-pos APBN.
APBN
mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat
penerimaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan
uang untuk pelaknaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini
sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah dalam
programnya. Untuk tujuan pembahasan
Dibagian
lain terdiri dan pos utama, yaitu:
- Pengeluaran pernerintah untuk pembelian barang/jasa,
- pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya,
- pengeluaran pemerintah untuk transfer payments yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan Iangsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat.
Semua
pos pada sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi
penerimaan menunjukkan darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada
empat sumber utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu:
(a)
pajak (berbagai macam),
(b)
pinjaman dan bank sentral,
(c)
pinjaman dan masyarakat dalam negeri,
(d)
pinjaman dan luar negeri.
Dahulu
pajak adalah satu-satunya sumber untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan. Tidak
ada pajak tidak ada kegiatan pemerintahan. Sekarang, pajak masih merupakan
sumber keuangan negara yang paling penting bagi semua negara di dunia. Namun
bagi pemerintah di negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh
dana tambahan. Yang pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank
sentralnya, seperti halnva seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada
satu perbedaan penting antara kredit bank sentral kepada pemerintah dengan
kredit bank kepada seseorang atau perusahaan. Perbedaan ini adalah bahwa bank
sentral hanya bisa memberikan kredit dengan jalan menciptakan uang inti
(reserve money). Bank sentral tidak bisa menciptakan uang giral seperti
bank-bank umum biasa, sebab “uang giral” bank sentral.
Dan
penambahan uang inti (L berarti (lewat money multiplier) penambahan jumlah uang
beredar (L OIeh sebab itu dalam ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit
bank sentral kepada pemerintah adalah identik dengan pencetakan uang baru.
(Yang lebih tepat sebenarnya adalah penciptaan uang inti baru).
Cara
lain untuk memperoleh dana adalah meminjam dan masyarakat dalam negeni. Caranya
adalah dengan mengeluarkan obligasi dan menjualnya di pasar uang dalam
negeri*). Bila masyarakat (termasuk bank-bank) membeli surat berharga ini maka
pemerintah memperoleh dana yang semula ada di tangan masyarakat (dan sebagai
gantinya, masyarakat memegang obligasi pemerintah). Cara ini disebut open
market operations (operasi pasar terbuka). Biasanya bank sentral bertindak
sebagai “agen” pemerintah dalam melakukan open market operations. Cara ini
hanya bisa dilakukan di negara-negara yang sudah memiliki pasar surat berharga
(bursa efek dan saham) yang sudah maju. Bagi negara-negara sedang berkem bang
pasar semacam itu belum berkembang, sehingga kebijaksanaan open market
operations hanya mempunyai kegunaan yang terbatas. Bagi negara-negara maju,
open market operations adalah suatu cara pembelanjaan keuangan negara yang
sangat penting.
Cara yang
terakhir untuk memperoleh dana adalah dengan meminjam dan luar negeri. Yang
dilakukan di sini adalah “mengambangkan” obligasi pemerintah di pasar uang luar
negeri (misalnya, pemerintah Indonesia telah menjual obligasinya di pasar uang
Hamburg dan Tokyo). Dalam hal mi pemerintah Indonesia menerima dana (dalam
bentuk matauang asing atau “devisa”) dan si pembeli di luar negeri menerirna
surat tanda berhutang (“obligasi”) pemenintah Indonesia (beserta janji kapan
membayar kembali dan dengan bunga beberapa). Cara mi lebih cocok apabila
pemerintah membutuhkan dana dalam bentuk devisa (misalnya, untuk membiayai
kebutuhan impornya).
Cara
di atas adalah untuk memperoleh “kredit komersial” dan luar negeri, yaitu
pinjaman dengan bunga seperti yang berlaku di pasar pada saat itu. Bagi
beberapa negara, kredit komersial mungkin mungkin dirasa cukup berat, dilihat
dan persyaratan pembayaran bunga maupun jangka waktu pengembaliannya. Khusus
bagi negara sedang berkembang tersedia kemungkinan untuk memperoleh “kredit lunak”,
yaitu pinjaman dengan bunga di bawah bunga yang berlaku di pasar uang dan
dengan jangka waktu yang lebih longgar.*)
Pemberi
kredit ini adalah pemerintah negara-negara maju yang memang mempunyai program
untukmembantu pembangunan negara negara berkembang, yaitu negara-negara
“donor”, dan lembaga lembaga keuangan internasional yang bertujuan membantu
negara negara berkembang (seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Dana
Moneter Internasional (IMF), dan sebagainya).
Sebagai
contoh, APBN suatu negara bisa berbentuk seperti berikut: APBN, Negara X,
1981/1982 (dalam Rp milyar), Dari segi pembukuannya, APBN selalu seimbang:
pengeluaran total adalah 2.300 dan penerimaan total juga 2.300. Perubahan
kebijaksanaan fiskal ditunjukkan oleh adanya perubahan jumlah untuk
masing-masing pos. Meskipun jumlah total (pengeluaran dan penerimaan) sama,
kita bisa mempunyai kebijaksanaan fiskal yang berbeda apabila struktur
angka-angka untuk pos-pos APBN berbeda. Dan memang, kita tidak bisa melihat
pengaruh dan suatu APBN hanya dengan melihat nilai totalnya saja. (sebab nilai
ini menurut prinsip akuntansinya harus selalu seimbang). Kita bisa mengatakan
bahwa APBN defisit, surplus atau seimbang dalam arti ekonomis hanya apabila
kita meneliti struktur angka-angkanya.
Ada
beberapa pengertian yang berbeda mengenai apa yang di maksud suatu APBN
defisit, surplus atau seimbang. Masing-masing pengertian mempunyai arti
ekonomis (dan implikasi makro) yang berbeda satu sama lain. Kita harus memilih
pengertian yang sesuai dengan tujuan analisa kita atau dengan problema yang
kita soroti. Contoh di atas (dengan kriteria manapun) menunjukkan situasi APBN
defisit. Pengertian yang “paling ketat” mengatakan bahwa defisit APBN terjadi
apabila seluruh pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh sumber keuangan
negara yang paling utama, yaitu pajak. Dalam contoh di atas, pengeluaran total
adalah 2.300 sedang penerimaan pajak hanya 1.200, jadi terjadi defisit (dalam
pengertian ini) sebesar 1.100.
Pengertian
defisit yang kedua dan yang “kurang ketat” mengatakan bahwa APBN defisit
apabila penerimaan pajak plus pinjaman pemerintah dan masyarakat dalam negeri
tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dalam contoh di
atas, pajak plus pinjaman mi berjumlah 1.400, sehingga terjadi defisit (dalam
pengertian ini) sebesar 900.
Mengapa
pinjaman dan masyarakat dalam negeni dianggap sebagai sumber dana yang “wajar”?
Pertama, karena ini adalah pinjaman pemerintah terhadap warganya sendiri,
sehingga ada perasaan bahwa pinjaman ini “wajar”. Alasan kedua, yang secara
ekonomis lebih penting, adalah bahwa pinjaman semacam ini tidak menambah jumlah
uang beredar di dalam negeri, karena dana yang diperoleh pemerintah adalah dana
yang sebelumnya ada di ta ngan masyarakat (yaitu, hanya terjadi pengalihan hak
penggunaan dana yang tersedia). Ciri ini mempunyai implikasi penting bagi
pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian (seperti yang akan kita
bahas nanti).
Pengertian
yang paling “lunak” mengenai defisit APBN menga takan bahwa defisit APBN hanya
terjadi apabila pajak + pinjaman dan masyarakat dalam negeri + pinjaman dan
luar negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah.
Dengan lain perkataan, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam
dan bank sentral atau, secara populer, harus men cetak uang baru untuk
membiayai pengeluarannya. Dalam contoh di atas, defisit menurut pengertian ini
adalah 300.
Berbagai
pengertian mengenai APBN surplus dan seimbang juga bisa digolongkan sejalan
dengan pengertian mengenai defisit di atas. Kesimpulan umum mengenai uraian
kita sampai saat mi adah bahwa kita harus berhati-hati dan mempunyai konsepsi
jelas mengu nai pengertian mana yang kita maksud apabila kita mengatakan te
jadi defisit atau surplus APBN. Selain itu jelas pula dan uraian di atas bahwa
cara membiayai pengeluaran pemerintah menentukan sekali akibat APBN terhadap
perekonomian. Bermacam-macam pengeluaran sangat menentukan pula pengaruh APBN
terhadap perekonomian Hanya melihat angka “total”nya saja, kita tidak bisa menilai
konsekuensi APBN bagi perekonomian.
Meskipun
definisi yang seragam mengenai SSK belum ada, namun untuk memahami lebih jauh
soal ini, dapat dilakukan dengan meneliti faktor-faktor yang dapat menganggu
stabilitas itu sendiri. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh
berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara
kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar
itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal
(domestik). Sistem keuangan secara umum terdiri dari pasar, lembaga dan
infrastruktur. Risiko yang
sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit,
risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
Meningkatnya
kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan
teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa
jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin
dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai
perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu
ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi
terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward
looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko
yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang.
Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai
seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan
bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.
Dua Model Perekonomian
Dalam menganalisa suatu perkenomian, dikenal dua
model perekonomian, yaitu perekonomian tertutup dan perekonomian
terbuka.
Perekonomian tertutup
Adalah model perekonomian yang pada pelakunya,
khususnya Produsen dan Konsumen, secara sederhana akan melakukan kegiatan dalam
penjualan dan pembelian di pasar yang saling melengkapi untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Dalam transaksi pasar tersebut, mereka
akan terikat dengan kontrak dagang atau kesepakatan jual beli, dan kemudian
ditetapkanlah harga jual atau harga beli dari kegiatan tersebut.
Untuk memfasilitasi kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi ini secara efektif
maka sistem perekonomian memerlukan Lembaga perbankan dan lembaga keuangan
lainnya seperti pasar modal, lembaga asuransi, lembaga penjamin, pegadaian atau
lembaga keuangan mikro yang terdapat di daerah pedesaan. Lembaga Perbankan
peranannya sangat vital untuk mengumpulkan dana-dana yang ada di masyarakat,
yang selanjutnya mereka akan melakukan pengalokasian dana tersebut melalui
pemberian fasilitas perkreditan atau jasa perbankan lainnya. Hal ini dikatakan ekonomi pasar
tertutup, karena didalamnya belum termasuk peran luar negeri dalam sistem
ekonomi tersebut.
Pada sistem ekonomi yang terbuka,
Terdapat
kemungkinan dari produsen untuk melakukan kegiatan ekspor barang dan produk
dagangan dengan tujuan pasar-pasar di negara lain atau sebaliknya melakukan
kegiatan impor atas bahan mentah dan bahan penolong serta mesin atau barang
jadi dari luar negara. Dalam model terbuka ini jasa perbankan dan lembaga
keuangan dapat juga berasal dari luar negeri dan kita dihadapkan pada sistem
perekonomian yang semakin menyatu (the borderless economy) yang disebut dengan
the global economy. 6Dengan memasukkan sektor luar negeri ke
dalam model penghitungan pendapatan nasional, berarti kita menamijahkan dua
variabel dalam model perekonomian tiga sektor, yaitu variabel ekspor (X) dan
variabel impor (M).
Dengan
demikian untuk menghitung pendapatan nasional keseimbangan pada perekonomian
terbuka dilakukan dengan jalan menyamakan antara sisi pendapatan dan sisi
pengeluaran.Dalam sistem perekonomian terbuka ini, pengeluaran untuk impor
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu apakah impor itu tergantung dari variabel
lain, atau tidak (nilainya dianggap tetap).Untuk impor yang nilainya tetap
dapat dituliskan sebagai berikut :M = M0; di mana M0
adalah besarnya impor, Sedangkan impor yang nilainya tergantung dari besar kecilnya
pendapatan dirumuskan sebagai berikut: M= M0 + mY, di mana Y adalah
pendapatn dan m adalah Marginal Propensity to ImportMenurut Tedi
Heriayanto 8, tolok ukur yang baik untuk menilai kadar
keterbukaan suatu perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap total
GNP. Jika rasio ekspor-impor terhadap GNP melebihi 50% maka dikatakan
perekonomian lebih terbuka. Perdagangan internasional dapat terjadi
karena beberapa alasan, yaitu :
- Keanekaragaman kondisi produksi. Perdagangan diperlukan karena adanya keanekaragaman kondisi produksi di setiap negara. Misalnya, negara A karena beriklim tropis dapat berspesialisasi memproduksi pisang, kopi; untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa dari negara lain.
- Penghematan biaya. Alasan kedua adalah timbulnya increasing returns to scale (penurunan biaya pada skala produksi yang besar). Banyak proses produksi menikmati skala ekonomis, artinya proses produksi tersebut cenderung memiliki biaya produksi rata-rata yang lebih rendah ketika volume produksi ditingkatkan. Cara apa yang lebih baik untuk meningkatkan produksi selain menjualnya ke pasar global ?
- Perbedaan selera. Sekalipun kondisi produksi di semua daerah serupa, setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera mereka berbeda. Contohnya, negara A dan B menghasilkan daging sapi dan daging ayam dalam jumlah yang hampir sama, tetapi karena masyarakat negara A tidak menyukai daging sapi, sedang negara B tidak menyukai daging ayam, dengan demikian ekspor yang saling menguntungkan dapat terjadi di antara kedua negara tersebut, yaitu bila negara A mengimpor daging ayam dan mengekspor daging sapi, sebaliknya negara B mengimpor daging sapi dan mengekspor daging ayam.
- Prinsip keunggulan komparatif (comparative advantage). Prinsip ini mengatakan bahwa setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekpor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah (artinya lebih efisien dibanding negara lain); sebaliknya setiap negara akan mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif lebih tinggi (artinya kurang efisien dibanding negara lain).
Dengan adanya perekonomian terbuka dan setiap
negara berkonsentrasi pada bidang yang memiliki keunggulan komparatif, maka
kehidupan semua orang akan menjadi lebih baik. Pekerja di setiap negara dapat
memperoleh konsumsi dalam jumlah yang meningkat untuk jumlah jam kerja yang
sama.
Neraca Pembayaran Internasional
Berbagai permasalahan ekonomi dewasa ini sebagian
besar sangat terkait dengan permasalahan defisit neraca pembayaran dan utang
atau kredit luar negerinya.
Neraca pembayaran internasional (international
balance of payment) suatu negara merupakan laporan keuangan negara yang
bersangkutan atas semua transaksi ekonomi dengan negara-negara lain yang
disusun secara sistematis; neraca ini menghitung dan mencatat semua arus
barang, jasa, dan modal antara suatu negara dengan negara lain.
Neraca pembayaran luar negeri suatu negara pada
umumnya dibagi ke dalam empat bagian, yaitu:
- Transaksi berjalan (current account). Termasuk ke dalamnya barang dagangan (neraca perdagangan), pos-pos tak berwujud (jasa, dan pendapatan dari investasi netto), dan ekpor atau impor serta bantuan pemerintah.
- Neraca modal (capital account). Termasuk ke dalamnya pembelanjaan swasta dan pemerintah dan penjualan aset seperti saham, obligasi, dan real estate).
- Penyimpangan statistik.
- Penyelesaian resmi (official settlements).
Total item yang termasuk bagian 1 biasanya
disebut saldo transaksi berjalan. Hal ini memuat selisih antara total ekspor
dengan total impor barang dan jasa. Bila total ekspor melebihi total impor
barang dan jasa maka akan terjadi surplus transaksi berjalan, sebaliknya akan
terjadi defisit transaksi berjalan.
Sejarah menunjukkan bahwa setiap negara cenderung
untuk memiliki beberapa tahapan dalam neraca pembayaran mereka, mulai dari
negara debitur muda hingga negara kreditur madya.
Negara debitur muda
Dalam tahapan ini suatu negara lebih banyak
mengimpor daripada mengekspor, selisih di antara keduanya ditutup melalui
pinjaman luar negeri, sehingga memungkinkan negara tersebut menumpuk modal.
Negara debitur madya
Dalam tahapan ini neraca perdagangan suatu negara
telah surplus, akan tetapi pertumbuhan dividen dan bunga yang harus dibayarkan
untuk pinjaman luar negeri, menjadikan saldo neraca modalnya kurang seimbang.
Negara kreditur muda
Dalam
masa ini suatu negara mengembangkan ekspornya secara luar biasa. Negara
meminjamkan uang kepada negara-negara lain.
Negara kreditur madya
Pada tahapan ini, pendapatan modal dan investasi
luar negeri memberikan surplus cukup besar terhadap pos tak tampak, yang
kemudian diseimbangkan dengan defisit neraca perdagangan.
Nilai ekspor dan impor yang terlihat dalam saldo
transaksi berjalan, dipengaruhi oleh kurs mata uang yang digunakan.
Selain itu kekuatan nilai tukar (kurs) akan mempengaruhi nilai ekspor
atau impor dari suatu negara terhadap negara lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar