A. Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral
adalah :
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank
Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7).
Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga
dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia
dapat lebih fokus dalam pencapaian “single objective”-nya.
Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah
adalahKestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar
yang terjadi. Tingkat inflasi
tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
- tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan
- tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran.
Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan
tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi
tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu,
untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil,
diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik
pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat
inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya
nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran
yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar
nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
B. Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan
bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
- Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
- Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang
tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi,
investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat
inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak
kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
C. Peran Kebijakan Moneter Mengendalikan
Inflasi
Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia seperti tersebut di atas, Bank Indonesia tidak
sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi yang berasal
dari sisi penawaran (cost push inflation). Bank Indonesia,
melalui kebijakan moneter, dapat mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan,
seperti investasi dan konsumsi masyarakat. Misalnya, kebijakan kenaikan suku
bunga dapat menge-’rem’ pengeluaran masyarakat dan pemerintah sehingga dapat
menurunkan permintaan secara keseluruhan yang pada akhirnya dapat menurunkan
inflasi. Selain itu, kenaikan suku bunga ini dapat menguatkan nilai tukar
melalui peningkatan (positive) interest rate differential.
Demikian juga, Bank Indonesia
dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat melalui kebijakan yang konsisten dan
kredibel. Harapannya adalah sasaran (target) inflasi Bank Indonesia diacu
oleh masyarakat dan pelaku ekonomi sehingga inflasi yang terjadi dapat sama
atau mendekati sasaran inflasi. Apabila
kondisi ini terjadi, maka biaya pengendalian moneter dapat diminimalkan.
Secara
teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur (channel),
yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan, jalur
nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati
jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan ditransmisikan dan berpengaruh ke
sektor finansial dan sektor riil setelah beberapa waktu lamanya (lag of
monetery policy) .
Selain
kebijakan moneter yang bersifat “langsung” seperti di atas, bank sentral juga
dapat mempengaruhi tujuan akhirnya secara “tidak langsung”, yaitu melalui
berbagai regulasi dan himbauan (moral suassion) kepada sektor perbankan guna
mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Dalam
melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan kewenangan dalam
menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada (i) Operasi
Pasar Terbuka (open market operation), (ii) penetapan tingkat diskonto (discount
rate), (iii) penetapan Giro Wajib Minimum (minimum reserve requirement),
dan (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.
D.
Alasan Perubahan Kerangka Kerja Sebelumnya (Base Money Targetting)
Sejak
dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia mentargetkan base
money (base money targeting) dalam kerangka kebijakan moneternya.
Kerangka tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk menyerap kembali
kelebihan likuiditas di perbankan sebagai dampak dari adanya bantuan likuiditas
Bank Indonesia sebagai konsekuensi fungsi Bank Indonesia sebagai lender of
the last resort. Kerangka
kebijakan moneter dengan menggunakan program moneter ini diformalkan sebagai
bagian dari program IMF.
Base money targeting framework didasarkan pada
teori kuantitas uang (quantity theory of money), yaitu MV=PY4
. Efektivitas kerangka ini sangat
tergantung kepada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Selain itu, framework ini akan berjalan
baik apabila (i) hubungan antara base money dan inflasi stabil, dan (ii) bank
sentral dapat mengendalikan uang kartal.
Dalam
pelaksanaannya, Bank Indonesia menghadapi permasalahan dalam menggunakan
framework ini. Hal ini disebabkan oleh :
- Hubungan M0 dengan P dan Y tidak stabil, karena terdapat perubahan struktural pasca krisis5 .
- Seolah-olah terdapat dua nominal anchor, yaitu pencapaian sasaran inflasi dan target base money
- Respon kebijakan moneter cenderung backward looking.
- Cukup sulit mengendalikan base money, karena sebagian besar komponennya terdiri dari uang kartal yang perilakunya lebih dipengaruhi oleh permintaan (demand determined)6.
Berbagai
perubahan-perubahan struktural pasca krisis antara lain ditandai dengan :
- Penerapan floating exchange rate yang menyebabkan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
- Restrukturisasi dan fungsi intermediasi perbankan terkait dengan program rekapitalisasi dan pergeseran portfolio aset dari kredit ke obligasi
- Permasalahan sektor riil yang mengakibatkan turunnya permintaan kredit.
- Munculnya berbagai inovasi produk perbankan, diantaranya reksadana.
Studi
di Bank Indonesia menyimpulkan bahwa akibat adanya perubahan struktural di atas,
peran suku bunga menjadi semakin penting (dibandingkan dengan uang beredar)
dalam mempengaruhi inflasi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang dan
perubahan formulasi kerangka kerja kebijakan moneter (monetary policy
framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut, dari pendekatan
yang sifatnya pragmatis (eclectic approach) ke dalam suatu framework
baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
E.
Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter yang Sehat
(i)
Mempunyai satu tujuan akhir yang diutamakan (overriding objective),
yaitu sasaran inflasi, sebagai kontribusi pokok kebijakan moneter dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, sasaran inflasi ditetapkan
dengan mempertimbangkan pengaruhnya (trade-off) dengan pertumbuhan
ekonomi.
(ii)
Kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking, yaitu
dengan mengarahkan kebijakan moneter yang ditempuh saat ini diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pada periode yang akan datang
mengingat adanya efek tunda (lag) kebijakan moneter.
(iii)
Mengikatkan diri kepada suatu mekanisme tertentu dalam membuat pertimbangan
penentuan respon kebijakan moneter (constrained discretion). Dalam
penetapan respon kebijakan moneter, bank sentral mempertimbangkan prakiraan
inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta berbagai variabel lain. Termasuk
pertimbangan mengenai kebijakan ekonomi Pemerintah dalam kerangka koordinasi
kebijakan moneter dengan kebijakan makro lain.
(iv)
Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance),
yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.
F. Inflation Targeting Framework (ITF)
Definisi ITF > ITF merupakan sebuah
kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik
mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan.
Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil Merupakan
tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya
UU No. 23/1999 Indonesia
sebenarnya dapat dikategorikan sebagai “Inflation Targeting lite countries”.
Alasan pemilihan ITF
- Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
- Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
- Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.
- Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
- Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
- Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.
- Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).
- Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan.
G. Sasaran Inflasi
- Sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%, 6%±1%, dan 5,0%±1%. (Berdasarkan siaran pers : Rapat Koordinasi Bidang Makroekonomi tanggal 17 Maret 2006). Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya .
H. Indikator Kebijakan Moneter
- Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.
- Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
- Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
I. Respon Kebijakan Moneter
- Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sbb:
- Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).
- Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
- Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
- Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan
- BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate rata-rate tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.
- BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.
- BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka yang lebih panjang.
- Proses penetapan respon kebijakan moneter
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
- Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.
- Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
- Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan
- BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
- BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
- Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan
- Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
- Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
J. Operasi Pengendalian Moneter
- Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
- Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen:
(i)
Operasi Pasar Terbuka (OPT),
(ii)
Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities),
(iii)
Intervensi di pasar valas,
(iv)
Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan
(v)
Himbauan moral (moral suassion).
- Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
K. Koordinasi dengan Pemerintah
- Koordinasi dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga tugas dan wewenang masing-masing.
- Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai dengan MoU yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan) dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:
- Bank Indonesia menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
- Dalam hal terjadi kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
- Pentingnya keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi “milik bersama”. Jika sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut. Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.
- Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan bersama yang credible dan achievable.
- Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.
- Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi.
L. Transparansi
- Kebijakan moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dalam membentuk ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi.
- Komunikasi kebijakan moneter mencakup pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran inflasi, kerangka kerja dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal RDG, serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
- Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran pers, konperensi pers (terutama segera setelah RDG Triwulanan untuk menjelasankan respon kebijakan moneter), publikasi (termasuk penerbitan “Laporan Kebijakan Moneter” atau “Inflation Report”), maupun penjelasan langsung kepada masyarakat.
- Komunikasi kebijakan moneter disampaikan kepada masyarakat luas termasuk dan tidak terbatas pada media massa, pelaku ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.
M. Akuntabilitas
- Pertanggung-jawaban kebijakan moneter disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.
- Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas Laporan Kebijakan Moneter (“Monetary Policy Report” atau “Inflation Report”) secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu.
- Laporan Kebijakan Moneter disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
- Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat yang dilakukan paling lambat Februari tahun berikutnya.
N.
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK )
Istilah
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku secara
internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada
intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat
kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari
berbagai sumber:
- 1. SSK adalah sistem keuangan yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.”
- 2. SSK adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”
- 3. SSK adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar